Sunday

Ketika Hati Teguncang


hati terguncang

Didalam hidup terkadang orang-orang yang bertemu dengan cahaya kehidupan justru berawal dalam kegelapan. Kegelapan itu salah satunya karena pekerjaan. Namun karena tekadnya bersungguh-sungguh dengan mudah cahaya kehidupan membimbingnya ke jalan yang lurus.

Jalan itulah yang telah dipilih, sebut saja namanya Mas Hendrik. Mas Hendrik. Pilihan pekerjaan di dunia malam sebuah keterpaksaan karena tidak ada pekerjaan lainnya. 'Untuk berhenti pada pekerjaan ini tidaklah mudah, apalagi harus memulai berbenah hidup secara 'halalan tayyiban.' tuturnya.

'Waktu bekerja dihiburan malan awalnya bukanlah hal yang tabu buat saya. Berbagai godaan saya hadapi. Namun hati saya terguncang. Setiap hari hati saya selalu bertanya, apakah halal rizki yang saya berikan untuk anak dan istri?' lanjut mas Hendrik.

Untunglah dirinya tidak terlalu jauh terperosok dalam kemaksiatan yang lebih dalam. 'Hati saya yang berguncang, pertanyaan itu menganggu saya terus menerus. Saya tidak mau didunia bersenang-senang diakherat mendapat siksa yang menyeret anak dan istri saya. Tutur Mas Hendrik malam itu" 

Sewaktu kecil dirinya sangat minim pendidikan agama. Orang tuanya yang petani mendidiknya setelah sekolah mencari kerja. Mas Hendrik bersyukur mendapatkan istri yang sholehah telah membimbingnya untuk mengenal agama dengan baik. Kian hari hatinya menjadi terbuka. 'Ternyata anggapan saya salah. Pekerjaan pada hiburan malam sama seperti pekerjaan lainnya. Setelah saya memutuskan untuk berhenti bekerja membuat jiwa saya lebih tentram dan damai. Dan yang pasti sekalipun hanya berdagang kecil-kecilan pekerjaan ini lebih mulia dimata keluarga saya dan dimata Alloh SWT'.

Tuturnya, 'Semua amal ibadah saya tidak akan bernilai, sholat saya tidak berguna karena pekerjaan yang tidak diridhoi oleh Alloh'. Sungguh rahasia Alloh sangat tersembunyi. Hatinya yang guncang menyemai kesadaran pada Mas Hendrik untuk meninggalkan pekerjaannya. Ketakutan itu merasuki hatinya jika seandainya kematian tiba pada dirinya. Ketakutan pada kematian itulah yang membuat dirinya termotivasi untuk untuk mendekatkan diri pada Alloh SWT.

'Saya memohon ampun pada Alloh SWT dan memohon agar mengganti semua pekerjaan saya dengan pekerjaan yang diridhoi olehNya. Saya benar-benar bertaubat' kata Mas Hendrik. Begitu tekadnya sudah bulat Mas hendrik memulai bekerja yang halal banyak teman-temannya yang menyayangkan. Bahkan ada suara sumbang, ada yang menganggap dirinya belagu dan sok suci. 'Tekadnya sudah bulat, ingin menafkahi anak dan istrinya dai rizki yang halal'. 

Subhanallah..Maha Suci Alloh yang telah membukakan hati hamba-hambaNya.

Repost from : agussyafii

Cahaya Dibalik Derita


cahaya hati

Dalam kehidupan.., jalan keindahan tidak sepenuhnya lurus dan mudah. Semakin indah sebuah tujuan semakin terjal dan berliku jalan yang harus dilaluinya. Itulah sebabnya dalam perenungan jiwa menemukan cahaya dibalik derita. Bagi kita seringkali penderitaan identik dengan sakit, kematian, duka cita dan kesedihan tentunya tidak bisa dipungkiri bahwa semua ini sesuatu yang manusiawi. Sedikit jiwa yang berkenan menggali lebih dalam bahwa setiap penderitaan merupakan tersingkapnya cahaya kehidupan dibalik semua penderitaan.

Cahaya kehidupan itu adalah ikhlas dan kepasrahan kepada Alloh SWT. Jalan yang terjang dan berliku. Ada seorang lelaki.., "Putranya yang berusia sepuluh bulan harus operasi tumor pada penyangga usus besarnya. Padahal sebulan sebelumnya baru saja menjalani operasi jantung. Katanya, melihat istrinya yang menjalani operasi jantung karena terkena serangan jantung saya masih kuat. Namun menyaksikan operasi anaknya yang baru berusia sepuluh bulan rasanya saya tidak sanggup. Seminggu sebelum anaknya dioperasi, seolah lelaki itu benar-benar sudah kehilangan dirinya.

Setiap malam lelaki tersebut senantiasa sholat tahajud. Memohon kesembuhan putranya. Ditengah doanya yang selalu dipanjatkan dirinya selalu membaca "La haula walakuata ila billah" Dia ikhlas atas semua apa yang telah dikehendaki oleh Alloh SWT. Jika sehat maka sehatkanlah ya Alloh, jika Engkau ingin mengambilnya..aku ikhlas..Ya Alloh..'begitu doa yang selalu dipanjatkan.

Ditengah kegalauan yang dihadapinya ternyata telah mengubah gaya hidupnya, yang dulunya temperamental, kini dia bisa lebih arif dan bijak ketika ada masalah di kantornya. Kebiasaannya berkumpul dengan teman-temannya sepulang kerja sudah lama ditinggalkan. Dia lebih suka memilih ikut sholat berjamaah atau mengaji di masjid dekat rumahnya. "Penderitaan yang saya alami secara bertubi-tubi, saya seperti telah menemukan cahaya yang menuntun saya untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Khaliq" tuturnya.

Bahkan, katanya...Sebelum bekerja, teman-teman sekantornya turut memanjatkan doa untuk kesembuhan putra saya yang sedang menjalani operasi. "Saya sampai terharu melihatnya". "Besoknya saya menemaninya menjalani operasi. Alhamdulillah...operasi berjalan dengan baik. Putra saya akhirnya bisa berkumpul kembali sampai sekarang sudah walafiat kembali" lanjutnya.

Diakhir ceritanya, lelaki tersebut mengatakan, "Peristiwa ini, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Keikhlasan dan kepasrahan kepada Alloh SWT yang telah membuat kami sekeluarga menjadi kuat. Itulah Cahaya dibalik penderitaan buat saya". Subhanallah..Maha Suci Alloh....ucapnya berkali-kali.

----------------

'Sesungguhnya orang-orang beriman itu ialah orang-orang yang apabila disebut (nama) Alloh, gemetar hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambah iman mereka karenanya. Dan kepada Alloh-lah mereka bertawakal'. (Q.S. Al Anfal: 2)

Repost from : agussyafii

Dunia Bukanlah Surga dan Bukan Juga Neraka

GreenNotes

surga neraka
Banyak manusia di dunia, masih hidup, tapi sudah begitu banyak ketakutan yang dideranya, seakan dunia ini sudah benar-benar menjadi neraka. Dan sebagian manusia lainnya berpestapora tanpa henti, karena bergelimangan harta benda, sehingga lupa diri, seakan sudah merasa di syurga, padahal hidupnya penuh kemaksiatan dan lupa diri bahwa usianya semakin tua.

Lupa juga bahwa hari berlalu demikian cepat, dari kelahiran menuju kematian, dari masa anak-anak,muda, dewasa, tua dan maut sedang menanti. Lupa juga bahwa manusia tak jauh-jauh dari kematian, tak bisa berlari atau menghindar dari maut, tak bisa menolak kedatangan sang maut. Dihindari dan di sambut kedatangannya, sama aja bagi sang maut.
Dia datang bukan atas permintaanmu, dia belum hadir bukan atas kemauanmu, datang atau tidaknya sang maut, ada dalam catatanNya , ada dalam genggamanNya, dan bila saatnya tiba, dia datang tanpa kau pinta, dia hadir tanpa kau sadari, dan tiba-tiba kau mati, ingat itu wahai manusia-manusia yang lupa diri.

Lalu kuburan ada di hadapanmu, jasadmu akan berada di dalamnya, jasadmu akan menjadi santapan cacing-cacing tanah atau belatung-belatung yang berpesta memakan dagingmu hingga tak bersisa sedikitpun, lalu tulang belulangmu hancur satu demi satu dan kemudian lenyap bersama tanah, lalu masihkah kau tetap bermandikan kemaksiatan?

Kuburan menjadi tempatmu bersinggah sementara, sebelum kiamat tiba, akankah kau dapat nikmat kubur atau azab kubur? Dunialah tempat persemaiannya, dunialah ladang amalnya, dunialah tempat menabung segala amal perbuatanmu, jika tidak, azab kubur akan kau dapatkan tanpa kau kehendaki, azab kubur akan menghancurleburkan tubuhmu, azab kubur akan menjadi tempat awal penyiksaan yang teramat pedih sebelum di siksa di neraka, sudahkah kau siapkan dirimu menghadapi azab kubur wahai para pendosa?

Di Kuburan kau akan sendirian, jika tak punya amal. Di Kuburan kau akan di azab, jika tak beriman dan tak beramal sholeh. Di Kuburan kau akan di siksa, jika hidupmu penuh dengan kemaksiatan. Jangan ceritakan neraka, di kuburan sudah cukup buat peringatan, bagi yang mau mengambil peringatan dan pelajaran.

Neraka bagi pembuat maksiat bukan apa-apa, neraka bagi orang kapir bukan sesuatu yang menakutkan. Neraka bagi penggelimang dosa bukan sesuatu yang perlu ditakuti
Apa itu neraka? Bagi mereka neraka hanya cerita-cerita kosong, Mati, selesai! itu keyakinan orang-orang kapir.

Bagi yang beriman, jangankan neraka, siksa kubur sudah membuatnya ketakutan luar biasa, apa lagi azab neraka. Ya Allah lindungi hamba dari azab kubur dan azab neraka. Jangankan api neraka, apa di duniapun sudah dapat mengancur leburkan daging dan tulang belulang manusia!

Betapapun banyak amal yang kita lakukan, tak sebanding dengan umur yang telah diberikan Allah SWT pada kita. Menurut perkiraan kita, kita sudah beramal banyak, nyatanya jika dihitung secara cermat, ibadah kita hanya sedikit sekali. Dari umur yang diberikan, waktu untuk tidur lebih banyak dibandingkan waktu ibadah. Minim sekali ibadah kita pada Allah, itupun belum tentu diterima Allah, apa lagi kalau dibarengi dengan riya, maka ibadah kita takbernilai apapun, nilai ibadah kita nol, kalau dibarengi dengan riya.

Jadi, kalau mau dihitung-hitung, rasanya tak pantas kita mendapat syurga, tak pantas kita dimasukan ke dalam syurga di akherat nanti, pantasnya malah masuk neraka, mengapa ? Karena ibadah kita sedikit sekali, sedangkan dosa kita banyak sekali, hampir tiap hari dosa kita lakukan, ada aja dosa yang kita lakukan, entah dosa kecil yang tidak kita merasa melakukan sampai dosa yang sengaja dilakukan.

Maka jika di akherat nanti kita masuk syurga, itu semata-mata hanya karunia Allah, bukan karena amalan kita, amalan kita tak cukup untuk memasuk kita ke dalam syurga, amalan kita tak pantas memasukan kita ke syurga, lagi-lagi itu hanya karunia Allah pada kita, itu hanya karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang pada kita, kalau tidak karena karunia Allah, maka kita pantasnya dimasukan ke neraka.

Dunia bukan Syurga, maka jangan mengharap yang muluk-muluk terhadap apapun, terimalah hidup ini apa adanya. Kebahagiaan hakiki tidak akan pernah kamu temukan di dunia ini. Kebahagiaan di dunia ini hanya semu, hanya bayangan. Jangan mengharap terlalu tinggi, pada apapun yang bersamamu, kepada siapa saja, ya istrimu, ya anakmu, ya muridmu, ya kepada teman dan sahabatmu serta kepada orang-orang yang ada disekelilingmu.

Dunia ini bukan syurga, terlalu banyak apa yang kamu terima tidak sesuai dengan yang kamu harapkan, jadi di dunia yang bukan syurga ini harus selalu siap kecewa. Harus siap menerima yang bukan kamu harapkan, harus siap menerima apa yang tidak kamu inginkan, harus siap menerima yang kamu tidak kehendaki. Kecewa, wajar karena kamu manusia biasa, bukan manusia super, bukan wali, bukan nabi, bukan rosul dan bukan orang suci yang mampu begitu tabah dalam menjalani penderitaan betapapun dasyatnya.

Dunia bukan Syurga, disekelilingmu sangat banyak sekali hal yang tidak berkenan dengan kepribadianmu, dengan sikap dan watakmu, tapi ada disekelilingmu, ada bersamamu dan hidup bertahun-tahun bersamamu. Apa kamu harus lari ? Jangan Hidup ini bukan syurga, yang serba enak, yang serba mudah, yang tidak ada kesusahan sedikitpun di dalamnya. Jadi jangan pernah bermimpi untuk hidup begitu enak, begitu nikmat, begitu bahagia …. mimpipun jangan !

Karena selagi kamu hidup di dunia, kesusahan itu akan terus ada, kesulitan itu akan terus datang, penderitaan itu akan terus menjelma, kekecewaan itu akan terus bergema di dinding hati, di rumah-rumah mewah, apa lagi di rumah-rumah kumuh, di wajah-wajah cantik, apa lagi di wajah-wajah buruk, di wajah-wajah tanpa dosa dan di wajah-wajah penuh maksiat, tapi ini tetap bukan neraka, karena kepedihan, sengsara, kesusahan, melarat dan lain sebagainya tak akan terus ada sepanjang waktu.

Dunia bukan Syurga, maka suka dan duka akan terus saling berganti, tangis dan tawa akan terus berganti, senyum dan sinis salin berbagi, jangan pernah mengharap hidup di dunia tanpa penderitaan, tanpa kesusahan, tanpa ujian, tanpa cobaan, nonsen!

Tidak akan pernah terjadi hidup di dunia bahagia 100 %, enak 100 %, nikmat 100 % tanpa ada kecewa sedikitpun. Jangan pernah bermimpi di dunia kamu akan dikelilingi oleh bidadari-bidadari yang cantiknya tak terkirakan atau dikelilingi oleh sarana dan prasarana yang paripurna, yang serba wah, serba mewah, serba mencukupi. Apapapun kenikmatan di dunia itu bukan syurga, belum apa-apa. Kebahagian apapun di dunia belum ada apa-apanya dibandingkan kebahagiaan di Syurga.

Dunia bukan Syurga, jadi tak ada kenikmatan yang abadi di dalamnya.
Dunia bukan Syurga, maka tak ada kebahagian berlangsung selamanya.
Dunia bukan Syurga, dan itu akan kau tinggalkan juga.
Duniapun bukan neraka, jadi tak ada kependihan yang abadi di dalamnya.
Dunia juga bukan neraka, maka tak ada tangisan sepanjang hidup.
Dunia bukan neraka, dimana siksaan akan ada selamanya.

Jadi dari azab kubur, tak pantas masuk syurga sampai dunia bukan syurga dan dunia bukan neraka terbentang “benang merah” bagi yang mau merenung, apa sih yang kau cari dalam hidup ini. Kesenangan yang melenakan sampai lupa diri ujungnya mendapat azab kubur. Merasa paling sholeh, merasa paling benar, dan mengaku paling ikhlas, rasanya tak pantas masuk syurga, karena kesholehan dan keikhlasan penilai akhir adalah Allah SWT.

"Ya Alllah, hamba tak pantas masuk syurgaMu, tapi ya Allah, hamba tak sanggup menahan panasnya api nerakaMu, jangan api di nerakaMu ya Allah, api di dunia saja, sudah dapat menghancur leburkan daging dan tulang belulang hamba menjadi debu".

"Ya Allah, lindungi hamba dari azab kubur dan nerakaMu. Hamba memang tak pantas masuk syurgaMU ya Allah, tapi nerakaMu ya Allah, hamba tak mampu membayangkan panasnya, selamatkan hamba dari nerakaMu ya Allah, masukan hamba ke dalam syurgaMu yang penuh kenikmatan".

Moskow, 21 Maret 2013.
Oleh: Syaripudin Zuhri

Gadis Muda yang Menjual Keperawanannya

GreenNotes

gadis muda
Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok. 
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa. Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya: 

”Maaf, nona … Apakah anda sedang menunggu seseorang?” 
”Tidak!” Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
”Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
”Apakah tidak boleh?” Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
”Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.”
”Maksud, bapak?”
”Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini.”
”Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual.” Kata wanita itu dengan suara pelan.
”Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini?” 

Petugas satpam memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur. 

”Ok lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti.”
”Saya ingin menjual diri saya,” kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam ke arah petugas satpam itu.

Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan. 

”Mari ikut saya,” kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.

Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperatif karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu. 

Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung. 

”Apakah anda serius?”
”Saya serius.” Jawab wanita itu tegas.
”Berapa tarif yang anda minta?”
”Setinggi-tingginya."
”Mengapa?” petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
”Saya masih perawan...”
”Perawan?” Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. Pikirnya...
”Bagaimana saya tahu anda masih perawan?” 
”Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan …”
”Kalau tidak terbukti? ”
”Tidak usah bayar …”
”Baiklah …” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
”Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda.”
”Cobalah.”
”Berapa tarif yang diminta?”
”Setinggi-tingginya.”
”Berapa?”
”Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa?”
”Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya.”

Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah. 

”Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Ini termasuk yang tertinggi,” Petugas satpam itu mencoba meyakinkan. 
”Saya ingin yang lebih tinggi…”
”Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam itu berlalu.

Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri. 

”Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai keperawanan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama butuh …”
”Saya ingin tawaran tertinggi …” jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu. 

Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.

”Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli.” kata petugas satpam itu dengan agak kesal.

Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift. Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua. 

”Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? ” Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu … 
”Berapa?” Tanya pria itu kepada Wanita itu.
”Setinggi-tingginya.” jawab wanita itu dengan tegas.
”Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? ” kata pria itu kepada sang petugas satpam.
”Rp. 6 juta, tuan...”
”Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam.”

Wanita itu terdiam. Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu. 

”Bagaimana?” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi …” kata wanita itu.

Petugas satpam itu tersenyum kecut. 

”Bawa pergi wanita ini.” kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
”Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual?”
”Tentu!”
”Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu …”
”Saya minta yang lebih tinggi lagi …”

Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya. 

”Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya.”

Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya. 

”Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakah itu tidak cukup?” Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah pria itu nampak masam seketika.
”Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?!” 

Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita. Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu. 

Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: ”Pak, apakah anda butuh wanita …?” 

Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya. 

”Ada wanita yang duduk di sana.” Petugas satpam itu menujuk ke arah wanita tadi.

Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. 

“Dia masih perawan..”

Pria itu mendekati petugas satpam itu. Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. ”Benarkah itu?”
”Benar, pak.”
”Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu …”
”Dengan senang hati. Tapi, pak …Wanita itu minta harga setinggi tingginya.”
”Saya tidak peduli …” Pria itu menjawab dengan tegas.

Pria itu menyalami hangat wanita itu. 

”Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
”Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.

Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya. Di dalam kamar …

”Beritahu berapa harga yang kamu minta?”
”Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit.”
”Maksud kamu?”
”Saya ingin menjual satu-satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih ….”
”Hanya itu ...?”
”Ya …!”

Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah keperawanan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut ke mana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan di atas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat. 

”Siapa nama kamu?”
”Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar …” Kata wanita itu.
”Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar.”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!”
”Ada !” kata pria itu seketika.
”Sebutkan!”
”Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah … ” kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
”Saya tidak mengerti …”
”Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar …”
”Dan, apakah bapak ikhlas…?”
”Apakah uang itu kurang?”
”Lebih dari cukup, pak …”
”Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal?”
”Silahkan …”
”Mengapa kamu begitu beraninya …”
”Siapa bilang saya berani. Saya takut pak … Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` … Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan …”
”Keyakinan apa?”
”Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita …” Wanita itu kemudian melangkah ke luar kamar. 

Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata: ”Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini …”
”Kesadaran… ” 

***
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya. 

”Kamu sudah pulang, nak?”
”Ya, bu … ” 
”Kemana saja kamu, nak … Huh”
”Menjual sesuatu, bu …”
”Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum … 

Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan …. 

”Kini saatnya ibu untuk berobat …”  Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ” Tuhan telah membeli yang saya jual…” 

Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi: ”Antar kami kerumah sakit…” 

Sumber:  yauhui
               mualafmualaf

Wednesday

KIOS SUARA HATI

suara hati
Beberapa waktu yang lalu pernah muncul sebuah kisah menarik yang ditayangkan dalam berita televisi di Taiwan. Di pegunungan Alishan ada sebuah tempat yang bernama Rueili. Seutas jalan yang menghubungkan Chiay dan Alishan melewati daerah ini.

Di pinggir jalan ada sebuah tempat penjualan sayur-sayuran segar, sayuran yang tumbuh dan mendapat pupuk organik alamiah tanpa bahan-bahan kimia yang dewasa ini disinyalir oleh dunia medis sebagai unsur yang bisa mendatangkan kanker. Di samping sayur mayur, ada juga buah-buahan segar dijajar dalam kiosk kecil itu.

Namun anehnya...Kios itu terbuka selama 24 jam sehari dan tak pernah ditutup. Lebih aneh lagi, tak ada seorangpun yang duduk di sana melayani para pembeli. Daftar harga per kilogram dari masing-masing barang tertulis jelas. Sebuah alat timbang terletak di atas meja. Sebuah tong yang dibuat dari kayu ditinggalkan di salah satu sudut. Dalam tong kayu ini terdapat lembaran uang kertas serta uang logam yang dimasukan oleh para pembeli.

Di luar kios tersebut tertulis dalam huruf Cina; “Kios Suara Hati.”

Seorang ibu tua, penduduk asli di daerah pegunungan Alisan, ketika ditanya oleh wartawan TV berkata; “Lewat kios kecil ini saya ingin mendidik setiap orang untuk menghormati suara hati masing-masing. Di sini tak ada orang yang menjaga. Namun saya yakin, suara hati setiap orang akan meneguhkan atau mengadili bila ia berbuat sesuatu.”

semoga bermanfaat

Tuesday

Do'a


Monday

Mahatma Gandhi dan Anak Pemakan Gula

فوترا ملايو: [Kisah Inspiratif]: Mahatma Gandhi dan Anak Pemakan Gula:

mahatma gandhi
Ketika ia masih muda, Mahatma Ghandi tinggal dan belajar di London, tepatnya di Universitas College. Dari sinilah, ia mendapat bekal membuka praktik hukum di India,lalu setelah itu ke Afrika Selatan dan mulai melakukan pembelaan terhadap pekerja India maupun kulit hitam

Alkisah, ketika ia masih mahasiswa tersebut, Ghandi tinggal di kamar berukuran kecil bersama ibu semangnya (semacam ibu angkat).

Suatu ketika, Ibu semangnya suatu hari mendatanginya dan berkata:

“Tuan Gandhi, putera saya ini tidak mau mendengarkan saya, namun entah mengapa dia mau mendengarkan nasehat Anda. Ohya, dia terlalu banyak makan gula. Saya sangat khawatir... Jadi, bisakah Anda menasehatinya agar tidak makan gula terlalu banyak?”

Gandhi yang saat itu belum populer mengatakan

lazada
“Tentu, Bu. Saya akan menasehatinya...".

Hari-hari pun berlalu sejak percakapan itu. Hari berlalu dan menjadi mingggu demi minggu, minggu berlalu menjadi bulan, namun si anak masih makan gula sebanyak sebelumnya.

Melihat tidak ada perubahan, suatu ketika Ibu semangnya itu menemui Gandhi lagi dan berkata

“Tuan Gandhi, apa anda ingat apa yang saya katakan beberapa minggu lalu mengenai kebiasaan putera saya makan gula? Anda bilang akan menasehatinya, tapi kenapa belum?”

Gandhi menjawab:

“Saya sudah menasehati putera ibu agar tidak makan gula banyak, tapi baru pagi ini...”

“Baru pagi ini? Mengapa menunggu selama itu?” Tanya Ibu semangnya.

“Karena, saya pun baru kemarin berhenti makan gula,” jawab Gandhi.

***
Untuk memeberi nasehat kepada seseorang, apalagi melarang, tak cukup dengan kata-kata. Tapi harus dimulai dari diri sendiri.

Bagaimana seorang ayah melarang putranya merokok, sementara ia sendiri masih pecandu rokok?
Sangat banyak contoh lain dalam  kehidupan  kita.